Sentimen anti-Islam di sejumlah negara ternyata justru semakin menambah
jumlah orang yang mempelajari Islam dan kemudian memeluknya. Fenomena
itu antara lain terjadi di Perancis dan Amerika Serikat (AS).
Pemerintah Prancis membuat aturan melarang jilbab. Bahkan mantan
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menyebarkan Islamofobia dengan berusaha
menggelar debat publik membandingkan Islam dengan nilai-nilai yang
dianut negara sekuler. Bukannya menggerus jumlah Muslim di negara itu,
"gerakan kebencian" terhadap Islam itu justru membuat warga Prancis
berbondong-bondong masuk Islam hingga membuat populasi Muslim kini
mencapai 6 juta jiwa! Jumlah itu merupakan angka muslim terbesar di
negara Eropa, bahkan lebih besar dari jumlah umat Katolik Roma di
Prancis.
Pejabat Kementerian Dalam Negeri Prancis yang menangani masalah isu-isu
agama, Bernard Godard, takjub dengan pertumbuhan umat Islam yang terus
meningkat itu.
"Fenomena itu sangat mengesankan, terutama sejak tahun 2000," kata
Godard, dikutip Republika dari The New York Times, awal Februari lalu.
Seiring pesatnya pertumbuhan umat Islam, jumlah masjid juga terus
meningkat di Prancis. Hampir 150 masjid sedang dalam pembangunan,
menambah jumlah masjid menjadi lebih dari 2.000 buah. Artinya,
pertumbuhan masjid mencapai dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.
Bandingkan dengan gereja yang hanya terbangun 20 unit baru, sementara 60
gereja yang lama telah ditutup, sebagiannya berubah menjadi masjid.
Sentimen anti-Islam di AS juga tak kalah menarik. Seorang pemuda anggota
band beraliran neo-Nazi menembak seorang penganut Sikh lantaran dia
mengira penganut Sikh yang memakai surban itu sebagai seorang muslim.
Anehnya, bersamaan dengan meningkatnya sentimen anti-Islam, pertumbuhan
agama samawi itu justru semakin pesat. Menurut penelitian, jumlah
penganut Islam meningkat 2,6 juta setiap tahun, menjadikan umat Islam
mendekati angka pengikut Yahudi sebagai agama kedua terbesar di AS.
Jumlah pemeluk Islam di AS terbanyak berasal dari kalangan Afro-Amerika.
Lekatnya Islam dengan penduduk Negeri Paman Sam berkulit hitam tidak
lepas dari sepak terjang sejumlah tokoh berpengaruh seperti Politisi
Malcolm X dan petinju Muhammad Ali menggemparkan dunia karena
mengikrarkan syahadat di puncak masa kegemilangannya.
Namun, bukan sekedar karena tokoh jika orang-orang berkulit hitam itu
memilih Islam. Yang lebih substansi bagi mereka adalah, karena Islam
tidak membedakan warna kulit. Semua setara di hadapan Allah. Shalat
dalam satu shaf, haji di satu tempat. Tanpa diskriminasi, yang ada
hanyalah ukhuwah Islamiyah. Inilah persaudaraan yang tidak didapati pada
agama lainnya.
Di Kristen Protestan misalnya. Meskipun agama itu juga mengajarkan
persamaan warna kulit, faktanya masih ada gereja yang membedakan warna
kulit. [IK/Mdk/bsb]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar